Usahakan yang Masih Bisa Diusahakan

Satu kalimat motivasi yang terus-menerus kubisikkan dalam hati selama proses pengiriman berkas ke SUIJI-Jepang

heute optimistisch sein. heute dem herzen folgen

Entah angin apa yang membuatku mendaftar program joint degree SUIJI, sebuah program kerjasama penelitian dan kuliah selama satu tahun di Jepang untuk program master ilmu-ilmu dari klaster agro (pertanian, kehutanan, kedokteran hewan, peternakan, dan teknologi pertanian) antara UGM-IPB-Unhas dengan Ehime University-Kagawa University-Kochi University. Awalnya aku lebih tertarik dengan program double degree AUN-KU di Kyoto yang mana saat selesai kita bisa dapat dua gelar master sekaligus (M.Sc dan M.Agr). Namun, dengan berbagai pertimbangan akhirnya kuurungkan niat mendaftar program AUN-KU tersebut. Setelahnya aku tidak terlalu banyak mencari info terkait kesempatan melakukan pertukaran mahasiswa ke luar negeri.


Suatu hari, dua orang teman sekelasku (Mas Andika dan Mas Adrian) secara bersamaan mengabarkan bahwa mahasiswa semester satu boleh mendaftar program SUIJI. Padahal tertulis di pengumuman bahwasannya hanya mahasiswa yang telah menyelesaikan satu semester saja yang boleh mendaftar. Ternyata mereka berdua sudah menanyakannya langsung ke ketua program SUIJI di UGM saat itu, Pak Nur Sigit Bintoro. Tidak terlalu lama sejak kabar itu kuterima, Mas Andika melalui chat bilang akan menyerahkan formulir SUIJI ke aku, ya tentu maksudnya agar diteruskan ke teman-teman sekelas. Namun, entah kenapa aku justru merasa terdorong untuk mendaftarkan diri. Bukan dengan motivasi agar diterima, sisi perempuan Jawaku-lah yang menjadi penyebab aku melakukan hal tersebut: "gak enak dengan Mas Andika dan Mas Adrian yang sudah mengusahakan mahasiswa semester satu boleh mendaftar, bahkan sampai mengambilkan formulir".

Seleksi di Universitas

Pada saat melengkapi persyaratan administrasi aku sempat merasa "ah udahlah, bodo amat sama hasilnya, yang penting udah nyobain". Sebagai mahasiswa semester satu yang belum memiliki IPK di jenjang S2 ini, nilai yang kugunakan sebagai syarat administrasi adalah nilai dua semester terakhir di jenjang S1. Sementara... Nilaiku di dua semester tersebut sangat tidak ideal untuk digunakan mendaftar exchange seperti ini. Ditambah, pesaingku yang berasal dari beragam fakultas di klaster Agro UGM ini hampir semua memiliki IPK sempurna versi JASSO. Tamat sudah, batinku saat itu.

Setelah melengkapi seluruh persyaratan administratif, pada minggu terakhir bulan Oktober aku mengikuti seleksi wawancara di FTP UGM (kebetulan fakultasku ditunjuk menjadi koordinator program SUIJI untuk UGM). Wawancara berlangsung sangat singkat, mungkin hanya sekitar 15 menit. Sebagian besarnya adalah mengkonfirmasi apa yang sudah kutulis di formulir, ditambah beberapa pertanyaan terkait motivasi pribadi juga pertanyaan seputar pengalamanku bersama orang Jepang. Keluar dari ruangan wawancara tiba-tiba ada suara yang kudengar, "wah diterima nih" yang kusambut dengan "aamiin", meski tidak terlalu banyak berharap.

Bangku Cadangan

Dua hari setelah wawancara, pihak SUIJI UGM mengeluarkan hasil seleksi universitas. Lima nama tertulis pada pengumuman tersebut, termasuk namaku dan nama Mas Andika. Hanya saja, di bagian belakang namaku tersemat kalimat "sebagai cadangan". Kecewa? Tentu tidak. Kalimat pertama yang meluncur dari mulutku saat itu adalah "alhamdulillah" sambil tersenyum riang. Ungkapan syukur yang tulus terucap karena aku sama sekali tidak menyangka namaku akan tercantum di sana, mengingat segala kelemahanku dibandingkan kandidat lain. Maka bagiku, menjadi cadangan sudah merupakan hal yang seyogyanya disyukuri.

Walaupun hanya sebagai cadangan, aku diundang dalam pengarahan untuk seleksi lebih lanjut program ini. Seleksi lanjut? Iya, ternyata seleksi universitas bukan merupakan seleksi terakhir, masih ada satu seleksi lagi yang dilakukan langsung oleh pihak SUIJI Jepang. Emm.. mungkin sebenarnya bukan proses seleksi, hanya sekedar proses mencarikan dosen dan laboratorium yang sanggup mengampu kita selama di Jepang. Pada hari pengarahan itu, Pak Nur Sigit berujar, "biasanya kalau yang sudah-sudah, yang empat ini akan lolos, tidak sampai ke cadangan". Aku hanya tersenyum dalam hati, ikhlas... Toh sudah sampai di titik ini saja sudah bahagia.

Meski mengatakan bahwa biasanya seorang cadangan tidak berangkat, Pak Nur Sigit tetap memintaku untuk mengikuti seluruh prosedur, persis sama seperti yang dilakukan oleh empat orang yang dinyatakan diterima bukan sebagai cadangan. Mengerjakan proposal penelitian dalam bahasa Inggris dengan deadline pengerjaan kurang dari tiga hari, melaksanakan medical check up yang cukup menguras kantong mahasiswa, dan beberapa prosedur lainnya.

"Usahakan yang masih bisa diusahakan, Fah. Tidak ada yang sia-sia. Pasti ada manfaatnya, apapun itu, tidak semata berangkat dan tidak berangkat. Allah yang paling tahu"

Kalimat-kalimat yang selalu kuulang-ulang dalam hati setiap kali hatiku mengeluh, "ngapain sih susah-susah wira-wiri ke sana ke mari keluar duit banyak kalau udah jelas gak akan berangkat?". Sebisa mungkin aku berusaha menyingkirkan kalimat pesimis itu, karena bagiku kalimat tersebut adalah bentuk kekufuran yang harus disingkirkan.

Kujalani segala macam proses yang diminta dan dibutuhkan oleh pihak SUIJI Jepang hingga pada akhirnya berkasku dikirimkan ke Jepang melalui ketua program SUIJI UGM.

Ikhlas dan Pasrah

Aku segera melupakan SUIJI sesaat setelah berkas dikumpulkan, hanya satu kalimat, "hamba serahkan sepenuhnya padaMu" yang terucap dalam hati saat menutup pintu ruangan Pak Nur Sigit. Selebihnya aku sama sekali tidak memikirkannya lagi karena aku sadar diri bahwa kemungkinanku untuk dapat berangkat adalah kecil, sehingga aku memutuskan untuk segera melupakannya agar nantinya tidak perlu merasa sedih dan kecewa.

Sebulan kemudian....

Kamis 8 Desember 2016, sejatinya aku tidak ada jadwal ke kampus. Kuliah sudah tidak ada (minggu tenang), kewajiban ke kampus pun sudah gugur karena aku sudah membawa "kewajiban" tersebut ke rumah untuk dikerjakan di rumah. Namun, qadarullah, tanganku tidak lincah menyelamatkan "kewajiban"ku saat ia meluncur dengan pasti ke sink. Maka, dengan sangat amat terpaksa aku berangkat ke kampus untuk menjalankan kewajiban yang gagal aku kerjakan di rumah. (Mohon maaf "kewajiban" ini disamarkan karena menyangkut penelitian orang lain)

Saat menjalankan kewajiban itu di kampus, aku bertemu dengan Mas Andika dan Ko Michael, kami ngobrol ngalor ngidul seperti hari-hari biasa. Hingga tiba-tiba Mas Andika mengatakan, " Oiya, Ulfah besok kita disuruh ke Pak Yudi jam 9". Aku yang bingung dengan arah pembicaraan yang tiba-tiba berputar haluan hanya bisa memberikan respon, "Ha?". Menangkap sinyal kebingunganku, Mas Andika menjelaskan, "Jadinya yang berangkat kamu, Pak Yudi ngegantiin Pak Nur Sigit.". Segera aku paham bahwa yang dibicarakan adalah program SUIJI. Aku bengong, speechless, tidak percaya, bingung harus merespon seperti apa.

Hasil akhir SUIJI-JP-Ms 2017


Hati dipenuhi rasa syukur, terlebih ketika mengetahui bagaimana haru dan bahagianya orang tua saat mendengar kabar ini. Namun, di saat yang sama ada sedikit rasa bersalah terhadap Mas-nya yang tersingkir. Alasan kenapa mas-nya bisa tidak jadi berangkat adalah karena pihak SUIJI Jepang tidak berhasil mencarikan sensei dan laboratorium yang bisa menaungi serta membimbingnya (dilihat dari proposal risetnya). Sedih, pasti. Bersalah, iya... Tapi kemudian aku teringat bahwa ini semua adalah takdir dari Allah yang tidak mungkin salah. Oleh karenanya aku redam rasa bersalahku dan beralih mendoakan agar masnya diberi kelapangan hati dan rezeki yang lebih baik.

Masih Berjuang

Meski dinyatakan sudah diterima, mendapat sensei dan laboratorium, tidak berarti saat ini aku bisa bersantai. Justru, perjuangan yang sesungguhnya baru dimulai. Dari perjuangan mendapatkan Letter of Eligibility untuk mendaftarkan izin tinggal ke kedutaan hingga nantinya perjuangan mendapatkan dan menganalisis data hasil penelitian, insyaallah. Termasuk juga perjuangan untuk mengkomunikasikan semua ini ke LPDP, lembaga yang membiayai seluruh biaya kuliahku selama program master di UGM.

Saat ini aku tengah mengupayakan letter of eligibility, mengurus perpanjangan paspor, dan UAS di saat yang bersamaan, semoga Allah kuatkan....

Mohon bantuan doanya yaaa :)


Banguntapan, 11 Desember 2016
Ardhika Ulfah

8 komentar:

  1. waaa akhirnya tau berita baiknya mba ulfah. barakallah mbak :)

    BalasHapus
  2. Baarakallah mbaa, sesungguhnya waktu ngobrol sm Mba Ulfah pas nunggu pak nursigit itu kayaknya yakin juga mb Ulfah jadi brgkt. Alhamdulillaah, semoga Allah lancarkan ya mbakkuu :")

    BalasHapus
  3. Baarakallah mbaa, sesungguhnya waktu ngobrol sm Mba Ulfah pas nunggu pak nursigit itu kayaknya yakin juga mb Ulfah jadi brgkt. Alhamdulillaah, semoga Allah lancarkan ya mbakkuu :")

    BalasHapus
  4. Assalamu alaikum mba ulfa.. Salam kenal saya niar. Terima kasih banyak untuk infonya yang sgt bermanfaat.

    Saya sgt tertarik ikut program suiji. Saya mencari beberapa info dan juga orng2 yng pernh mengikuti program ini. Qadarullah sy menemukan blognya mba ulfa. Saya ingin sekali menanyakan lbh mendalam terkait program ini dr sisi orng yng telh menerimanya, Bolehkah saya minta alamat email mba ulfa?

    Terima kasih mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalam, bisa ke ardhikaulfah@gmail.com

      Hapus