Teman Perjalanan Baru untuk Taukhtiku

 

 Assalamualaikum, kesayangan...

Masih ingatkah kamu dengan buku ini? Hadiah pertama darimu yang kamu berikan di hari ulang tahunku ke-20, kurang dari tiga tahun lalu. Hadiah yang kurasakan dipenuhi dengan ketulusan hati seorang saudari yang belajar mencintai saudarinya. 

Doa yang kau tulis di halaman pertama buku itu kuaminkan dengan sungguh-sungguh di dalam hati, berharap Allah peluk doa-doa kita, sepasang taukhti yang ikhlas belajar mencintai pasangan taukhtinya...

"Semoga suatu saat kita Allah izinkan backpacking bersama"

Tidak perlu waktu lama sampai akhirnya Allah kabulkan doa tersebut. November 2013, dengan tiket kereta api kelas ekonomi seharga lima puluh ribu rupiah kita berangkat ke Bandung. Perjalanan itu bukan hanya menjadi perjalanan pertamaku ke kota kembang, namun juga menjadi perjalanan pertamaku ke luar kota tanpa orang tua dan tanpa rombongan (sebelumnya aku pergi ke luar kota hanya jika dibersamai orangtua ataupun bersama rombongan sekolah/kampus). Kamu, juga Tito, menjadi orang pertama yang berhasil mengajakku nge-bolang ke luar kota, walaupun untuk waktu yang sangat sebentar.


Kupikir doa backpacking kita sudah terkabul sampai di sini, namun ternyata Allah beri satu lagi kesempatan pada kita melakukan perjalanan bersama. Januari 2014, Allah terbangkan kita berdua, juga Hafizh, ke Malaysia, negara pertama yang memberi stempel "arrival" pada pasporku. Sebuah perjalanan yang tidak akan pernah mungkin aku (mungkin juga kamu dan Hafizh) lupakan seumur hidup.


Kuala Lumpur, kota kenangan...

Pertunjukan air mancur goyang-goyang terakhir malam itu, kehebohan kita foto-foto di hadapan twin tower sampai diusir petugas, jalan kaki tak tentu arah sambil menenteng koper dan ransel besar sampai akhirnya berhenti di sebuah warung makan di daerah Bukit Bintang. Secara bergiliran tidur dengan posisi duduk di warung makan itu (saking iritnya gak mau nginep di hostel), kemudian berjalan kaki menuju masjid jamek di pagi buta sebelum subuh (lagi-lagi dengan menenteng koper dan ransel besar). 

bawaan banyak, jalan kaki berkilo-kilometer, pagi buta pula (difoto sambil jalan jadi blurrr)
Dengan badan remuk seperti itu, kita lanjutkan "piknik" ke Batu Cave yang sama sekali tidak kita masukkan ke agenda sebelumnya. Tanpa pengetahuan memadai tentang sistem transportasi KL, kita berangkat ke Batu Cave naik bis dan akhirnya kita semua ketiduran di bis sampai tidak sadar bahwa Batu Cave sudah terlewati. Kita harus kembali dengan bis lain dan disambung taksi untuk sampai ke tempat wisata yang ternyata butuh perjuangan lagi untuk mencapai puncaknya. Eh, setelah balik baru tau kalau naik kereta ada rute masjid jamek-Batu cave, lebih cepet (dan lebih murah) pula.

Kembali ke masjid jamek untuk sholat dzuhur kemudian dengan panik berlarian di lorong stasiun masjid jamek mengejar kereta menuju KL sentral, dilanjutkan lari-lari menuju tempat pemberhentian bis yang akan membawa kita ke LCCT. Aku ingat persis raut wajah tak tenangmu di dalam bis, aku juga bisa merasakan debar jantung kita bertiga tak biasa siang itu.

Benar saja... Sesampainya kita di LCCT kita sudah tidak bisa melakukan check in, dengan super panik kita pergi ke sebuah loket untuk mengurusnya, di tengah kepanikan ada saja kejadian antrian kita diserobot dua orang bapak. Akhirnya, hari itu kita harus merelakan tiga tiket pesawat hangus. Pesawat yang seharusnya membawa kita bertiga ke Miri-Sarawak terbang tanpa peduli bahwa kita tertinggal di bandara.

Uang saku yang teramat sangat mepet membuat kita frustasi. Entah berapa kali kita keluar masuk pos polisi bandara, telpon KBRI (di hari libur!), entah berapa jam kita terlantar di bandara tanpa tau kepastian apakah kita jadi berangkat ke Miri atau bagaimana. Sampai akhirnya kita gunakan uang 100 dolar yang sedianya untuk membayar konferensi justru kita gunakan untuk membeli tiket kedua kita ke Miri esok paginya. Tentu dengan seizin panitia super baik yang memperbolehkan kita membayar konferensi setelah pulang ke Indonesia (thanks Vignes and team). Beruntung, taukhti kesayangan sigap menghubungi PPI di sana, sehingga malam harinya kita bisa tidur nyaman di kasur seorang mahasiswa Indonesia yang tengah kuliah di sana.

Hari-hari berikutnya berlangsung dengan nyaman di kampus Curtin Sarawak, kita tinggal satu kamar berdua, memiliki banyak kesempatan untuk saling bercerita. Momen terbaik untuk saling membuka hati masing-masing.

akhirnya bisa sampai di Miri-Sarawak dan tetap mengikuti konferensi
Di hari kepulangan kita ke tanah air kita bertemu seorang nenek TKW yang sudah terlunta tiga hari lamanya di mushola LCCT. Hari itu aku melihat kecantikan hatimu begitu menawan. Perjalanan ini menumbuhkan rasa kagum luar biasa terhadap sosokmu, kesayanganku. Tak perlulah aku jabarkan apa-apa saja yang membuatku terkagum-kagum, biar orang tau ketika mereka mengenalmu saja.


Aku memang cuek, tapi aku sayang taukhtiku

Allah beri kita kesempatan untuk saling mengenal melalui perjalanan yang tidak mulus, namun sekaligus menjadi perjalanan yang mendewasakan. Setelah perjalanan itu aku rasa tidak terlalu banyak kenangan yang kita ukir bersama, terlebih setelah aku kembali pulang ke rumah di bulan Mei 2014. Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan duniaku juga keluargaku, sementara kamu memiliki duniamu sendiri juga keluarga kejoramu. 

Perjalanan dua hari di Bandung dan sembilan hari di Malaysia jelas terlalu sedikit untuk menjadi oleh-oleh hari tua. Terlalu sedikit kenangan yang kita ciptakan sebagai sepasang taukhti. Kesayangan, maafkan aku untuk sedikitnya waktu kebersamaan juga kecuekanku selama ini. Biar bagaimanapun juga, aku masih dan akan selalu sayang taukhtiku.

Saat reuni istimewa nanem-srinem (PPSDMS regional 3 akt 6), kamu minta untuk tidur sekasur denganku (berdesakan padahal ada ruang cukup besar di kasur seberang). Apakah malam itu kamu ingin cerita bahwa kamu akan menikah? Apa sikapku malam itu membuatmu urung bercerita? Ah, maafkan aku, kesayanganku... Maafkan aku yang bahkan tidak mengetahui rencana pernikahanmu hingga hari pengumuman itu. Maaf belum menjadi pasangan terbaikmu, maaf belum menjadi teman perjalanan terbaikmu...

Foto berdua pertama yang kita punya

Hari ini, Minggu, 10 Juli 2016, kamu akan menggenapkan separuh agamamu. Menikah dengan seorang lelaki yang telah kamu kenal baik sejak kecil. Seorang yang namanya sering kudengar keluar dari bibirmu, entah kamu sadari atau tidak. Seorang yang aku percaya akan menjadi pasangan terbaik untukmu, seseorang yang akan menemani setiap perjalanan hidupmu sampai ke surgaNya.

Semoga rumah tanggamu diliputi keberkahan, sakinah, mawaddah, warohmah dan dikaruniai putra-putri yang membuka jalan kalian ke surga. Aku yakin kalian akan menempuh perjalanan yang jauh lebih mengasyikkan, tetaplah saling berpegang tangan dan saling menguatkan. Aku memang gak akan ada di sana untuk menyaksikan pernikahan kalian, tapi kupastikan doa dariku untukmu dan pasanganmu tetap terpanjat.

Barakallahu lakuma wa baraka 'alaikuma, wa jama'a bainakuma fii khoir...
Untuk Nisa Salsabila Shafarudin dan Elhaq

3 komentar:

  1. Waahh baca pengalaman di Kl nya ikutan dag dig dug :D. Untung akhirnya bisa pergi ke miri juga ya mbak.. asyik bgt punya temen yg sedeket itu.. :)

    BalasHapus
  2. Waahh baca pengalaman di Kl nya ikutan dag dig dug :D. Untung akhirnya bisa pergi ke miri juga ya mbak.. asyik bgt punya temen yg sedeket itu.. :)

    BalasHapus